KEMBARA TIMUR – Pemkab Kutai Timur (Kutim) kembali menegaskan batas antara layanan publik dan layanan berbayar di fasilitas olahraga milik daerah. Penegasan itu datang dari Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Basuki Isnawan, setelah muncul keraguan warga soal pungutan yang dianggap samar.
Basuki menyebut seluruh aturan sebenarnya sudah tertulis rapi dalam Peraturan Daerah. Namun, menurutnya, kabar yang beredar di masyarakat kerap membuat garis batas itu mengabur. “Kalau cuma jogging atau olahraga ringan, itu gratis,” ucapnya, baru-baru ini di Sangatta. Ia menambahkan, fasilitas umum seperti lintasan lari, kolam renang, atau area terbuka memang disediakan untuk mendukung aktivitas harian warga tanpa dipungut biaya.
Pengecualian berlaku ketika fasilitas yang sama berubah fungsi menjadi arena kegiatan komersial, mulai dari turnamen, penyelenggaraan event, hingga penggunaan gedung olahraga untuk acara berbayar. Dalam situasi itu, pemerintah menerapkan retribusi sesuai ketentuan Perda. “Kalau untuk event atau kegiatan yang ada pembayarannya, tentu ada retribusi,” kata Basuki.
Basuki juga menyoroti pentingnya membedakan penggunaan personal dan penggunaan terstruktur yang menghasilkan keuntungan. Di titik inilah, menurut Basuki, sering muncul salah paham yang berujung pada tuduhan pungutan liar.
Yang tak kalah penting, Basuki menekankan bahwa retribusi bukanlah ‘uang masuk’ Dispora. Dana tersebut, kata dia, langsung disetorkan ke kas daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah. “Pembayarannya langsung ke kas daerah, bukan ke kami,” ujarnya tegas.
Dengan mekanisme itu, setiap transaksi terekam di sistem resmi pemerintah dan dapat diaudit, memastikan dana kembali ke pembangunan fasilitas olahraga, mulai dari perawatan lapangan hingga peningkatan pelayanan publik.
“Silakan saja warga mau jogging, renang, atau olahraga di area umum. Tidak ada pungutan biaya untuk itu,” tutup Basuki.(adv/Q)
