
KEMBARA TIMUR – Gus Miftah, sosok pendakwah yang dikenal dengan gaya bicaranya yang lugas dan tegas, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, ia viral karena pernyataannya kepada seorang penjual es yang ia sebut dengan kata “goblok.” Peristiwa ini menuai beragam tanggapan, dari yang mendukung gaya blak-blakannya hingga yang mengkritiknya sebagai sikap tidak pantas.
Kejadian ini bermula dari komentar Gus Miftah terhadap seorang penjual es teh dalam acara Magelang Bersholawat Bersama Gus Miftah Habiburrohman, Gus Yusuf Chudlori, Habib Zaidan Bin Yahya. Sang pedagang es teh dan air mineral kemasan itu hadir di acara tersebut dan berdiri di antara para jemaah.
Dagangannya dibawanya di atas kepalanya. Sebagian yang hadir di acara itu berteriak meminta Gus Miftah memborong dagangan pria yang menyaksikan dakwah sambil berdiri itu. Namun, Gus Miftah nyeletuk mengolok-olok pedagang minuman itu.
“Es tehmu masih banyak tidak? Masih? Ya sana jual go***!” celetuk Gus Miftah pakai bahasa Jawa yang disambut tawa mereka yang sepanggung dengan dirinya, dikutip dari YouTube PCNU Kabupaten Magelang, Selasa (3/12/2024).
Banyak yang menanggap Miftah berlebihan. Kritiknya dinilai tidak hanya merendahkan martabat sang penjual, tetapi juga tidak mencerminkan akhlak mulia yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang tokoh agama.
Namun, ada pula yang membela Gus Miftah. Mereka berpendapat bahwa istilah tersebut hanyalah bagian dari ekspresi spontan tanpa niat untuk benar-benar menghina. Dalam konteks ini, sebagian menduga bahwa Gus Miftah hanya ingin memberikan teguran keras agar sang penjual memperbaiki cara kerjanya.
Peristiwa ini membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana seseorang, terutama tokoh publik, menyampaikan kritik. Menegur atau mengkritik memang hal yang wajar, tetapi penggunaan kata-kata kasar seperti “goblok” dapat menimbulkan efek negatif, seperti mempermalukan orang di depan umum. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam, di mana kritik seharusnya disampaikan dengan hikmah dan kasih sayang.
Pelajaran dari Kejadian Ini
- Kritik yang Beretika: Ketika menghadapi kesalahan orang lain, terlebih yang mungkin berasal dari ketidaktahuan, kritik seharusnya membangun, bukan menjatuhkan.
- Peran Tokoh Publik: Sebagai figur yang memiliki pengaruh besar, Gus Miftah seharusnya menjadi contoh dalam menyampaikan kritik dengan santun.
- Empati dalam Kehidupan Sehari-hari: Kesalahan kecil seperti yang dilakukan penjual es mungkin lebih baik disikapi dengan nasihat lembut daripada teguran keras.
Refleksi
Sebagai manusia, kita semua pernah khilaf, baik dalam tindakan maupun perkataan. Kejadian ini mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan kritik, apalagi ketika itu disampaikan di ruang publik. Seorang tokoh seperti Gus Miftah tentu memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ucapannya agar tidak menyakiti pihak lain, meskipun niatnya baik.
Pada akhirnya, polemik ini menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya mengutamakan empati dan kesantunan dalam menghadapi kekhilafan orang lain.(*)