
KEMBARA TIMUR – Di Kutai Timur (Kutim), dispensasi kawin bukan lagi sekadar perkara administrasi di ruang sidang. Ia berubah menjadi semacam cermin sosial, memantulkan tekanan ekonomi, norma keluarga, hingga lemahnya pendidikan seksual remaja. Situasi itulah yang coba dibedah Pemerintah Kabupaten Kutim lewat Focus Group Discussion bertema Kajian Layanan Konseling bagi Pemohon Dispensasi Kawin, yang digelar DPPPA Kutim pekan lalu.
Tak seperti forum birokrasi pada umumnya, diskusi ini menghadirkan beragam suara: aparat penegak hukum, lembaga agama, aktivis perlindungan anak, hingga organisasi masyarakat. Di antara berlapis perspektif itu, satu garis merah terasa kentara: dispensasi kawin tak boleh menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga yang lebih besar dari anak-anak itu sendiri.
Idham Cholid, Kepala DPPPA Kutim, membuka percakapan dengan nada tegas. “Kami ingin anak-anak Kutim tumbuh dalam ruang yang aman. Dispensasi kawin tidak boleh jadi solusi instan atas tekanan sosial atau ekonomi,” ujarnya.
Idham seakan mengingatkan bahwa di balik setiap permohonan dispensasi, ada cerita yang jarang tersentuh: kecemasan keluarga, tekanan adat, atau kehamilan yang tak direncanakan. Semua itu, kata dia, tak boleh dibiarkan membungkam kepentingan terbaik anak.
Rita Winarni, Kepala Bidang Perlindungan Hak Anak, melanjutkan gagasan itu. Menurutnya, konseling adalah simpul penting yang selama ini absen dalam proses dispensasi. “Anak-anak perlu ruang aman untuk bercerita dan memahami pilihan hidup mereka. Konseling adalah jembatan antara hukum, psikologi, dan perlindungan sosial,” tutur Rita. Ia menyebut hasil diskusi ini akan dipakai untuk memperkuat sistem pendampingan yang lebih terstruktur.
Suara serupa datang dari Rahma dari LPAI Kutim. Ia melihat persoalan dispensasi kawin sebagai fenomena yang kian kompleks—dipengaruhi gawai, pergaulan, hingga minimnya edukasi keluarga. “Menikah muda bukan solusi. Itu risiko besar bagi masa depan mereka,” katanya.
Di sisi lain, Sumardi dari PKBI Kaltim mengingatkan bahwa dispensasi kawin memang masih dimungkinkan, namun sifatnya sangat terbatas. “Hanya pada kondisi darurat dan tetap harus disertai pengawasan serta konseling intensif,” ujarnya. (adv)




