Festival Magic Land 2025: Polder Menjadi Pusat Ekonomi Warga dan Panggung Budaya

KEMBARA TIMUR – Suasana Polder Ilham Maulana, Minggu malam, 16 November 2025, masih riuh oleh lalu-lalang pengunjung ketika lampu panggung Festival Magic Land Kutai Timur (Kutim) mulai meredup. Penutupan acara yang berlangsung sejak tiga hari sebelumnya itu tidak hanya memamerkan keindahan budaya, tetapi juga memperlihatkan bagaimana sebuah festival bisa menggerakkan ekonomi kecil di Sangatta.
Sejak hari pertama, deretan stan kuliner dan UMKM menjadi titik paling ramai. Aroma bakar-bakaran, jajanan tradisional, hingga kopi racik lokal menyesaki udara malam. Bagi para pelaku usaha, festival ini seperti limpahan berkah musiman. Sebagian mengaku pendapatan mereka naik hingga dua kali lipat, sesuatu yang jarang terjadi di hari-hari biasa.
Di panggung utama, arus pertunjukan tak putus. Tarian kolosal, musik tradisional, serta fragmen budaya pesisir dan pedalaman bergantian tampil, menandai betapa beragamnya Kutai Timur. Penonton yang memadati area tengah polder kerap larut dalam irama, terutama saat musik daerah dimainkan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Mulyono, menyebut Magic Land sebagai cara memperlihatkan pesona lain Kutim—yang selama ini lebih dikenal lewat tambang dan industri. “Kami ingin memperkenalkan bahwa Kutim adalah daerah ajaib, dengan kekayaan alam dan kebudayaan yang luar biasa,” ucapnya.
Ragam perlombaan seni yang digelar sejak hari pertama ikut mewarnai festival. Mulai dari anak-anak yang menari di panggung kecil hingga kelompok dewasa yang menampilkan kreasi pesisir dan pedalaman. Ajang itu menjadi ruang ekspresi sekaligus medium pembinaan budaya.
Di luar panggung, festival ini berperan sebagai titik perjumpaan masyarakat. Warga dari berbagai kecamatan datang, saling bertegur sapa, dan menikmati malam bersama. Bagi sebagian pengunjung, Magic Land bukan sekadar tontonan, tetapi jeda singkat dari rutinitas, sekaligus ruang untuk merayakan identitas bersama.(Adv)




