Kutai Timur

Menanam Harapan di Teluk Lingga

Wakil Bupati Kutai Timur dan PT APE Tanam Ribuan Mangrove untuk Masa Depan Pesisir

SANGATTA, KUTAI TIMUR — Pagi itu, Kamis (12/6/2025), di garis pantai Teluk Lingga yang lengang, suara ombak berbaur dengan langkah kaki para peserta yang menapaki lumpur pesisir. Di antara mereka, Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim), Mahyunadi, tampak menggenggam sebongkah bibit mangrove muda, lalu menancapkannya ke tanah basah. Sebatang pohon kecil, tapi sarat makna.

Penanaman 4.000 bibit mangrove di pesisir ini bukan sekadar rutinitas peringatan Hari Lingkungan Hidup. Kegiatan yang digagas oleh PT Arkara Prathama Energi (APE) bersama Jejakin dan Pemkab Kutim itu menjadi simbol dari kesadaran baru: bahwa ekosistem pesisir tak bisa terus dibiarkan terkikis waktu dan abrasi.

“Menanam itu menciptakan kehidupan baru. Mudah-mudahan kegiatan ini berjalan lancar hingga mangrovenya tumbuh dan besar,” ujar Mahyunadi.

Di sekitarnya, para pelajar, anggota komunitas, dan pejabat daerah dari lintas institusi—Polres, TNI AL, Kejaksaan, hingga Camat dan Kepala Desa—turut membenamkan akar-akar muda mangrove ke dalam lumpur yang dulu gundul. Beberapa anak sekolah dari SDN 06 Sangatta Utara juga menerima bingkisan makanan bergizi, simbol lain dari kepedulian sosial yang dibawa dalam kegiatan itu.

Teluk Lingga tak selalu seperti ini. Dulu, kawasan ini dipenuhi oleh rimbunnya hutan mangrove yang menjadi rumah bagi kepiting bakau, udang, dan burung laut. Namun, konversi lahan, serta kurangnya perawatan membuat garis pantai mulai terkikis.

Karena itu, penanaman massal ini menjadi harapan baru. PT APE, melalui perwakilannya Akhmad Warsip, menyebut kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari surat edaran Kementerian ESDM kepada seluruh perusahaan tambang. Tema tahun ini: “Tanami Banyak Tanaman dan Hentikan Polusi Sampah Plastik.”

“Kami tidak ingin berhenti di sini. Harus ada perawatan, monitoring, dan edukasi berkelanjutan,” ujar Warsip.

Jejakin, sebagai mitra teknologi, membawa sistem pemantauan berbasis data. Setiap bibit yang ditanam akan terekam, dipantau, dan dilaporkan secara daring. Transparansi ini menjadi jembatan antara aksi lingkungan dan keterlibatan publik.

“Kami ingin masyarakat bisa melihat hasilnya, memantau perkembangan bibit, dan merasa ikut memiliki,” jelas Dewi Bintang, dari Jejakin.

Mahyunadi pun menegaskan bahwa Pemkab Kutim tidak akan tinggal diam. “Kalau perlu, kita dukung lewat alokasi APBD untuk menjaga mangrove ini tetap hidup dan berkembang,” ujarnya.

Saat siang mulai merayap, dan sebagian peserta melepas sepatu karena lumpur semakin dalam, satu per satu bibit tertanam dalam barisan yang belum rapi—tapi menjanjikan. Di ujung kawasan, seorang anak memeluk sebungkus makanan bergizi, lalu menatap ke laut.

Teluk Lingga belum sembuh. Tapi dari 4.000 bibit kecil itu, harapan mulai tumbuh—bahwa generasi mendatang masih bisa melihat pesisir yang hijau, air laut yang bersih, dan kehidupan yang terjaga.(PWRI).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button