
KEMBARA TIMUR – Konflik lahan antara Kelompok Tani Usaha Bersama Maraang (UBM) dan PT Berau Coal kembali memanas. Setelah mangkir dari beberapa sidang, perusahaan tambang batu bara tersebut dinilai memberi harapan palsu (PHP) kepada masyarakat. Mediasi yang diharapkan menjadi solusi justru berakhir tanpa kesepakatan, memicu kekecewaan mendalam di pihak kelompok tani.
Kuasa hukum Kelompok Tani UBM, Badrul Ain Sanusi, menyatakan bahwa mediasi yang berlangsung pada 26 November lalu gagal memberikan kejelasan. “Kami melanjutkan persidangan hingga titik akhir perjuangan. Lahan ini harus diganti rugi sesuai peruntukkannya, atau jika tidak dibayar, kami meminta lahan dikembalikan agar dapat digunakan warga untuk bertani dan berkebun,” ujarnya tegas, Selasa (10/12).
Persoalan bermula dari dugaan penguasaan lahan seluas 1.290 hektare oleh PT Berau Coal tanpa ganti rugi kepada Kelompok Tani UBM. Ratusan warga yang menggantungkan hidup di lahan tersebut kini merasa terpinggirkan. “Pihak perusahaan selama 10 tahun mengelola lahan ini tanpa izin dari kami dan tanpa memberikan kompensasi,” jelas Badrul.
Maspri, salah satu perwakilan kelompok tani, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap perusahaan yang dinilai tidak menghormati proses mediasi. “Mediasi yang digelar Ketua PN pada 26 November sebenarnya memberi harapan. Namun, ketika kami hadir pada 10 Desember untuk mendengar jawaban, pihak Berau Coal justru tak menunjukkan itikad baik untuk berdamai,” tuturnya dengan nada kecewa.
Rafiq, anggota kelompok tani lainnya, meminta majelis hakim dalam perkara No. 43/Pdt.Sus-LH/2024/PN TNR agar mengeluarkan putusan sela untuk menetapkan status quo atas lahan sengketa. Langkah ini dinilai penting untuk menghentikan aktivitas perusahaan yang terus beroperasi di lahan tersebut.
“Status quo diperlukan untuk melindungi hak-hak kami sebagai penggugat. Aktivitas yang dilakukan PT Berau Coal harus dihentikan sampai ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” ujar Rafiq.
Ia juga meminta semua pihak menjaga ketertiban selama proses hukum berlangsung. “Kami tidak ingin masalah ini memicu kerusuhan sosial di Berau. Harapannya, keadilan dapat ditegakkan melalui proses hukum yang transparan,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, PT Berau Coal belum memberikan tanggapan terkait tuntutan masyarakat maupun jalannya persidangan. Ketegangan di lapangan kian meningkat, seiring dengan desakan kelompok tani untuk mendapatkan kejelasan atas hak mereka.
Persidangan lanjutan dijadwalkan akan digelar dalam waktu dekat, dengan harapan ada titik terang dalam sengketa yang telah berlangsung bertahun-tahun ini. Namun, perjuangan panjang masyarakat Kelompok Tani UBM untuk mendapatkan keadilan masih harus menanti kepastian di ruang sidang.(*)