Miniatur Perjalanan Islam di Ka’bah Al-Faruq Jadi Pusat Edukasi Baru di Kutim

KEMBARA TIMUR – Di pelataran Masjid Agung Al-Faruq Sangatta, bangunan miniatur Ka’bah berdiri mencolok di antara kerumunan warga yang datang sejak pagi. Di dalamnya, deretan miniatur perjalanan Nabi dan para Rasul tersusun rapi, menuntun pengunjung menyeberangi rentang waktu panjang sejarah Islam. Pameran yang digagas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Timur (Kutim) itu resmi dibuka Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, Minggu, 16 November 2025.
Sejak pembukaan, masyarakat terus berdatangan. Ada yang membawa anak-anaknya, ada pula rombongan remaja masjid yang terlihat mencatat uraian singkat pada tiap etalase. Pameran ini bukan sekadar tontonan, ia digarap sebagai media belajar sejarah Islam yang diceritakan melalui visualisasi.
Usai berkeliling di seluruh area, Ardiansyah menyebut pendekatan edukasi semacam ini penting untuk memperdalam pemahaman sejarah Islam, terutama bagi generasi muda. “Pameran ini tidak hanya menampilkan miniatur. Ia mengisahkan perjalanan penyebaran Islam dari masa Nabi hingga jejaknya di Kalimantan Timur, termasuk di Kutai Timur,” katanya.
Miniatur dan kisah yang ditampilkan kini ditetapkan sebagai aset permanen Disdikbud Kutim. Bangunan miniatur Ka’bah itu akan tetap difungsikan sebagai pusat edukasi publik, terbuka setiap hari bagi masyarakat yang ingin mempelajari sejarah Islam lewat gambar, replika, dan narasi singkat.
Ardiansyah juga mengingatkan bahwa Kutim menyimpan catatan penting dalam perjalanan dakwah di Kalimantan Timur. Ia mencontohkan keberadaan situs sejarah Islam di Kampung Kajang, Sangatta Selatan, yang menjadi bagian dari jejak awal penyebaran Islam di wilayah tersebut. “Ini bagian dari memori panjang peradaban,” ucapnya.
Ardiansyah meminta Disdikbud segera berkoordinasi dengan sekolah-sekolah untuk menjadwalkan kunjungan siswa. Menurutnya, melihat sejarah melalui bentuk visual memberi kesan lebih kuat ketimbang sekadar membaca di buku pelajaran. “Belajar langsung melalui pengalaman seperti ini jauh lebih membekas,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Kutim, kata Ardiansyah, ingin mengembangkan konsep wisata edukatif semacam ini. Ia berharap pameran miniatur sejarah Islam menjadi contoh awal bagaimana ruang publik dapat bertransformasi menjadi tempat belajar yang menyenangkan tanpa menghilangkan nilai spiritual dan budaya.(adv/k)




