Dinas Pariwisata Kutim Satukan Data Ekraf yang Berserak Lewat Program SINDaKRAF
KEMBARA TIMUR – Di sebuah ruang kerja Dinas Pariwisata (Dispar) Kutai Timur (Kutim), tumpukan dokumen dari berbagai instansi berserakan di meja. Di antara arsip itu, Kepala Bidang Ekonomi Kreatif, Akhmad Rifanie, mengurai satu persoalan yang selama bertahun-tahun tak kunjung terselesaikan: data ekonomi kreatif yang tercecer di banyak OPD.
Rifanie menyebut kondisi itu sebagai “puzzle besar tanpa gambar utuh”. Karena itulah ia mendorong lahirnya Sinergi Data Ekonomi Kreatif—SINDaKRAF—sebuah upaya menyatukan seluruh informasi mengenai pelaku dan potensi Ekraf Kutim ke dalam satu sistem terpadu.
“Selama ini data tersebar. Ada yang di Dinas Koperasi, ada di OPD lain. Banyak pelaku kuliner, kriya, bahkan videografer yang tidak pernah tersentuh pendataan,” kata Rifanie awal pekan ini.
Kondisi tersebut membuat pemerintah daerah kesulitan membaca peta perkembangan sektor kreatif. Laporan tahunan sering kali sekadar mencomot data parsial, tanpa gambaran mengenai subsektor yang tumbuh atau justru meredup. Belum lagi petinggi daerah kerap meminta angka yang lebih akurat ketika merumuskan kebijakan.
SINDaKRAF dirancang sebagai jawabannya. Program ini bukan sekadar mengumpulkan data, tetapi membangun bahasa bersama antar-OPD yang selama ini berjalan sendiri-sendiri. Dinas Pariwisata mencoba menjadi simpul komunikasi itu—menghubungkan Dinas Koperasi yang memegang data UMKM, Disperindag, hingga instansi lain yang menyimpan informasi sektoral.
Menurut Rifanie, integrasi data bukan perkara teknis semata. Ia menilai, tanpa basis informasi yang solid, program pembinaan seperti pelatihan, pendampingan, atau ruang apresiasi akan selalu berjalan dengan tebakan. “Kalau datanya tidak lengkap, kita juga tidak tahu siapa saja yang sebenarnya perlu disentuh,” ujarnya.
SINDaKRAF diharapkan memetakan seluruh pelaku Ekraf Kutim: dari musisi independen yang bekerja di studio rumahan, pembuat film dokumenter, hingga perajin yang beroperasi di desa-desa terpencil. Dengan begitu, ekosistem kreatif Kutai Timur tak lagi berdiri di atas data yang remang-remang, melainkan fondasi informasi yang utuh dan dapat dipertanggungjawabkan.(adv/Q)




