AdvertorialPemkab Kutim

Pemangkasan Anggaran, Dispar Kutim Ubah Arah Pembinaan Ekraf

KEMBARA TIMUR – Pengurangan anggaran tahun ini memaksa Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata (Dispar) Kutai Timur (Kutim) mengubah strategi pembinaan. Di balik sederet kegiatan yang terpaksa ditunda, para penggerak ekonomi kreatif tetap mencoba menjaga api kreativitas agar tidak padam.

Akhmad Rifanie, Kepala Bidang Ekraf Dispar Kutim, terlihat menata ulang berkas-berkas program saat ditemui beberapa waktu lalu. Di ruang kerjanya yang dipenuhi poster festival tahun-tahun sebelumnya, ia mengakui satu hal: efisiensi anggaran tahun 2025 membuat banyak rencana harus dipangkas.

“Ekonomi kreatif itu ada 17 subsektor. Film dan musik juga di bawah kami. Mereka tetap berkegiatan, dan kami tetap membina,” ujar Rifanie. Nada bicaranya datar, tetapi jelas menunjukkan upaya mempertahankan pembinaan di tengah keterbatasan.

Bidang Ekraf Kutim selama ini dikenal aktif menggelar berbagai event, dari festival musik hingga pemutaran film komunitas. Namun tahun ini, dari sekitar 15 agenda yang diusulkan, sebagian harus direlakan. Festival Sangkulirang, yang dalam dua hingga tiga tahun terakhir menjadi etalase budaya pesisir menjadi salah satu acara yang terimbas.

“Kondisinya sama, semua kena efisiensi. Event itu terdampak. Mau bagaimana lagi, harus ada yang dikurangi,” kata Rifanie.
Ia menyebut event sebagai “hari libur yang menggerakkan ekonomi”. Sepintas singkat, tapi perputaran uangnya nyata: pedagang kaki lima ramai, kamar penginapan penuh, jasa transportasi meningkat, dan destinasi wisata ikut terpromosikan.

Meski begitu, Rifanie menegaskan bahwa pembinaan substansial tetap berjalan. Tim Ekraf tidak hanya mendampingi pelaku usaha, tetapi juga menyusuri sanggar-sanggar hingga sekolah-sekolah untuk memperkuat komunitas film dan music, dua subsektor yang dinilai paling aktif bergerak meski tanpa panggung besar.

Untuk tahun mendatang, Dispar Kutim mulai menata ulang prioritas. Event yang dilanjutkan harus memiliki dampak ekonomi sekaligus bernilai budaya. “Kita kuatkan event yang nyambung dengan adat dan budaya lokal. Jangan hanya ramai, tapi juga mengangkat identitas daerah,” ujarnya.

Rifanie menyadari bahwa 17 subsektor Ekraf tak mungkin tumbuh serentak dalam situasi anggaran seret. Namun ia percaya pergerakan kecil, asal konsisten, akan membentuk ekosistem yang lebih stabil.

“Pelan, tapi harus bergerak,” tutupnya.(advQ).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button