Kutai Kartanegara

Bekantan, Ekowisata, dan Upaya Pelestarian di Sungai Hitam Samboja

KEMBARA TIMUR – Di sepanjang pesisir Sungai Hitam Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ratusan ekor bekantan—primata endemik Pulau Kalimantan yang terancam punah—masih setia menghuni wilayah tersebut.

Bagi warga Kampung Lama Samboja, bekantan bukan sekadar satwa yang harus dilindungi, namun juga menjadi sumber penggerak perekonomian lokal. Kehadiran bekantan telah lama menjadi daya tarik wisata, terutama melalui ekowisata yang dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari.

Aidil Amin, Ketua Pokdarwis Sungai Hitam Lestari, adalah tokoh utama di balik pengembangan ekowisata ini. Kegelisahannya terhadap kerusakan alam di kawasan Sungai Hitam mendorongnya untuk melestarikan bekantan sekaligus menghidupkan perekonomian lokal. Kerusakan mangrove yang menjadi habitat bekantan dan masalah limbah domestik di sungai menjadi tantangan utama yang harus dihadapi Aidil dan komunitasnya.

“Perambahan hutan bakau sering terjadi di Sungai Hitam. Ini mempersempit tempat hidup bekantan. Kadang kami harus menghadapi konflik dengan orang yang ingin merambah lahan untuk rumah atau kebun,” cerita Aidil, mengingat betapa beratnya menjaga habitat bekantan tetap lestari.

Untuk menjaga keseimbangan alam dan manfaat ekonomi, Aidil dan kelompoknya menciptakan wisata susur sungai yang menjadi primadona bagi para wisatawan. Dengan tarif Rp 300 ribu per kapal untuk wisatawan lokal dan Rp 130 ribu per orang untuk wisatawan mancanegara, mereka mengajak pengunjung menyaksikan kehidupan bekantan di habitat aslinya.

Sejak tahun 2019, Aidil mendapatkan bantuan dari PT Pertamina EP Sangasanga Field yang mendukung pengembangan kawasan ekowisata ini. Bantuan tersebut mencakup infrastruktur, promosi, hingga pendampingan pengelolaan kawasan wisata. Hasilnya, pendapatan Pokdarwis Sungai Hitam Lestari meningkat tajam, dari hanya sekitar Rp 10 juta per tahun sebelum tahun 2019, menjadi Rp 60 juta per tahun setelah bekerja sama dengan Pertamina.

“Bantuan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan kami, tapi juga membantu kami menjaga lingkungan. Ada dana yang kami tabung untuk operasional lingkungan dan membantu masyarakat sekitar,” ujar Aidil.

Tidak hanya fokus pada wisata, Pertamina juga memberdayakan masyarakat melalui pengembangan usaha kecil menengah (UMKM) di sekitar kawasan Sungai Hitam. Mangrove yang melimpah, misalnya, dimanfaatkan untuk membuat produk olahan seperti kue klappertaart dari buah nipah dan sirup rambai dari buah rambai.

Upaya ini berbuah manis. Pendapatan kelompok UMKM Sungai Hitam Lestari kini mencapai Rp 17,5 juta per bulan. Selain itu, Pertamina juga memperbaiki kualitas air Sungai Hitam dengan menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), untuk mencegah pembuangan limbah langsung ke sungai, yang selama ini mengancam ekosistem dan kesehatan masyarakat.

“Wisata ini bukan hanya soal melindungi bekantan. Ini tentang menjaga ekosistem dan memberdayakan masyarakat. Kami ingin Sungai Hitam menjadi tempat yang lebih baik, baik untuk bekantan maupun manusia,” pungkas Elis Fauziyah, Head of Communication Relations & CID Zona 9 Pertamina, dalam sesi diskusi dengan warga.(*).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button