Kasus Anak Putus Sekolah Masih Terjadi, Disdikbud Kutim Ingatkan Hak Dasar yang Terabaikan

KEMBARA TIMUR – Fenomena anak putus sekolah masih menyisakan pekerjaan besar bagi Pemkab Kutai Timur (Kutim). Dalam agenda peresmian RAD SITISEK 2025, Kepala Disdikbud Kutai Timur (Kutim), Mulyono, menyoroti bahwa setiap kasus anak putus sekolah berarti hilangnya satu hak dasar yang seharusnya dijamin negara.

Mulyono tidak menutup mata terhadap angka ATS yang muncul dari beberapa kecamatan. Menurutnya, data tersebut hanya mencerminkan laporan resmi yang masuk. “Fakta di lapangan bisa lebih besar. Tidak semua keluarga mau melapor,” ungkapnya, Jumat (21/11/2025).

Ia menyebut bahwa anak yang berhenti sekolah berisiko terjebak dalam kemiskinan antargenerasi dan terbatasnya kesempatan kerja di masa depan. Pendidikan yang terhenti akan berdampak panjang terhadap kualitas hidup.

“Ketika ada anak tidak bisa melanjutkan sekolah, itu menunjukkan bahwa masih ada kewajiban yang belum kita tunaikan sebagai pemerintah,” katanya.

Ia menegaskan bahwa penanganan ATS membutuhkan dukungan menyeluruh — bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga dari sekolah, keluarga, tokoh adat, dunia usaha, hingga komunitas desa.

Pendekatan sosial menjadi penting karena alasan anak berhenti sekolah kerap berkaitan dengan faktor ekonomi, beban keluarga, hingga tekanan sosial tertentu. Mulyono mengajak semua pihak membantu mendeteksi, mencegah, dan mendampingi anak-anak yang berisiko keluar dari sekolah.

“Kita tidak boleh membiarkan satu pun anak kehilangan masa depannya,” ujarnya. (adv)

Exit mobile version