Bupati Ardiansyah Kejar Kutim Terang: Elektrifikasi Jadi Agenda Besar Lima Tahun
KEMBARA TIMUR – Di banyak kecamatan pelosok Kutai Timur (Kutim), malam masih datang lebih cepat dari seharusnya. Lampu-lampu minyak dan genset rumahan menjadi penanda bahwa listrik belum benar-benar menetap di sebagian wilayah kabupaten yang luasnya hampir setara setengah Pulau Jawa itu. Di tengah kenyataan itulah, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, kembali mengangkat isu elektrifikasi sebagai pekerjaan rumah terbesar pemerintah daerah.
Ardiansyah menyebut, pemerataan listrik bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan pondasi pembangunan lima tahun mendatang. “Listrik adalah hak dasar manusia, sejajar dengan air dan jalan. Masyarakat harus terlayani,” ujarnya dalam sebuah pertemuan yang membahas agenda energi daerah belum lama ini.
Targetnya jelas, seluruh wilayah Kutim harus teraliri listrik dalam kepemimpinannya. Ambisi yang ia sebut bukan retorika, melainkan komitmen jangka panjang yang akan menjadi arah kebijakan Pemkab.
Namun, ia tak menutup mata terhadap kendala struktural yang membelenggu percepatan. Kutim hingga kini belum memiliki dinas setingkat ESDM yang mampu mengeksekusi program elektrifikasi secara terfokus. “Ini membuat prosesnya terasa lama,” kata Ardiansyah.
Di sela keterbatasan itu, ia melihat peluang dari inisiatif berbasis komunitas. Program Energi Baru Terbarukan (EBT) yang digagas AEER, misalnya, dipandang bisa menjadi motor kecil yang mendorong listrik masuk lebih cepat ke desa-desa terpencil. Program tersebut memanfaatkan potensi energi alam lokal sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat pada mesin diesel yang mahal dan tidak efisien.
Ardiansyah juga menyinggung persoalan solar sel bantuan KPC yang kini mati suri. Peranti yang seharusnya menjadi energi alternatif itu tak lagi berfungsi, membuat warga kehilangan pilihan selain menunggu aliran listrik PLN. “Ini berpengaruh ke ekonomi warga. UMKM, terutama usaha katering, terhambat karena listrik tidak stabil,” ujarnya.
Di bagian teknis, Aziz dari UP2K Bontang memaparkan tantangan lain, sistem ABT yang menjadi rujukan pembiayaan energi daerah. Rumitnya mekanisme membuat pembangunan listrik di daerah rawan mandek jika tidak didorong dengan strategi baru.
Ardiansyah sadar, target elektrifikasi penuh bukan pekerjaan yang selesai dalam satu rapat koordinasi. Namun ia memastikan satu hal, KUtim tak akan dibiarkan gelap lebih lama.(adv)




