AdvertorialPemkab Kutim

Festival Magic Land Ditutup, Bupati Kutim Dorong Kebangkitan Seni dan Industri Kreatif

KEMBARA TIMUR – Langit Sangatta masih menyisakan gurat jingga ketika ribuan warga mulai memenuhi Lapangan Polder Ilham Maulana, Minggu malam, 16 November 2025. Musik tingkilan, lampu panggung, dan denting antusiasme menyatu dalam penutupan Festival Magic Land Kutai Timur (Kutim), gelaran yang dalam tiga hari terakhir menjadi pentas terbuka bagi ragam seni dan kebudayaan daerah.

Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, hadir menutup acara itu. Sejumlah pejabat turut mendampinginya, dari Wakapolres Kutim Kompol Ahmad Abdullah, Kepala Disdik Mulyono, hingga Kabid Kebudayaan sekaligus penanggung jawab kegiatan, Padliansyah.

Sejak pukul 20.30 Wita, panggung dibuka dengan tari Etam Bajepen dan tembang bertajuk Magic Land. Setelah itu, para tamu dan peserta disuguhi penayangan video lomba serta laporan penyelenggaraan dari Disdikbud.

Padliansyah menyebut festival ini dirancang bukan sekadar ajang hiburan, melainkan ruang untuk memperkenalkan “keajaiban” Kutim, dari hutan hingga pesisir, dari budaya pedalaman hingga kreasi urban anak muda. “Kutim ini luas, kaya, dan beragam. Magic Land mencoba merangkum itu,” katanya.

Di antara sorot lampu panggung, Bupati Ardiansyah menyampaikan gagasan yang lebih jauh. Festival, menurutnya, merupakan cara memperlihatkan identitas Kutim yang selama ini tertutup bayang-bayang sektor tambang. “PDRB kita memang masih dikuasai sektor pertambangan,” ujarnya. “Tapi kita punya potensi lain yang harus diperlihatkan: pariwisata, budaya, UMKM, hingga industri kreatif.”

Ia mendorong kelompok UMKM, kelompok tani, dan kelompok sadar wisata untuk mengambil manfaat dari momentum kebudayaan semacam ini. Ardiansyah juga meminta Disdikbud memperkuat riset sejarah Kutai, wilayah yang menjadi bagian dari salah satu kerajaan tertua di Nusantara.

Menjelang akhir acara, panitia menyerahkan Anugerah Kebudayaan, diikuti musik tingkilan yang mengalun ringan. Di tengah keramaian itu, Festival Magic Land tampak seperti percobaan awal Kutim mencari wajah kebudayaannya sendiri di luar hiruk-pikuk industri yang selama ini menguasai wilayahnya.(Adv)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button