KEMBARA TIMUR – Posyandu di Kutai Timur (Kutim) tengah mengalami perubahan paling besar sejak pertama kali berdiri puluhan tahun lalu. Unit layanan yang selama ini identik dengan penimbangan balita dan penyuluhan ibu hamil kini disiapkan menjadi pusat pelayanan publik skala kecil, mengemban enam Standar Pelayanan Minimal (6 SPM) yang berlaku di tingkat desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMDes) Kutim, Muhammad Basuni, menyebut transformasi ini sebagai program prioritas nasional yang wajib dijalankan pemerintah desa. “Kalau dulu Posyandu hanya bergerak di bidang kesehatan, sekarang ada 6 SPM yang harus dibentuk di tingkat desa,” ujarnya, Jumat, 14 November 2025.
Perluasan layanan itu membuat Posyandu tak lagi berdiri sebagai unit kesehatan, melainkan simpul yang menghubungkan berbagai kebutuhan dasar warga, mulai dari urusan kesehatan, perlindungan sosial, keamanan lingkungan, hingga aspek hunian layak. Posyandu diharapkan mampu menjadi pintu pertama warga mencari layanan, alih-alih berkeliling ke banyak instansi.
Basuni mengakui bahwa langkah ini bukan pekerjaan ringan. “Masalah kesehatan saja kemarin kita masih tertatih-tatih,” tuturnya. Namun, transformasi Posyandu justru menuntut desa bergerak lebih cepat dan lebih terorganisasi. Ia menyebut desa kini memiliki ruang fiskal yang memadai untuk menjalankan tugas itu.
Menurut Basuni, alokasi anggaran dari Dana Desa, ADD, bagi hasil pajak dan retribusi, hingga transfer daerah harus mengalir ke program penguatan Posyandu 6 SPM. Pemerintah ingin memastikan tak ada lagi pos layanan dasar yang berjalan setengah hati.
“Dana desa sekarang besar, dari berbagai sumber. Itu harus menopang pengaktifan 6 SPM,” katanya.(adv/Q)
