
KEMBARA TIMUR — Suasana peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kutai Timur (Kutim) berubah menjadi panggung aspirasi rakyat. Sejak pagi, ratusan warga dari berbagai kecamatan dan latar belakang sosial turun ke jalan dalam aksi bertajuk “Masyarakat Kutai Timur Menggugat”, menuntut agar pemerintah daerah kembali berpihak kepada kepentingan publik, bukan pada segelintir elite dan proyek-proyek titipan.
Massa yang datang dari berbagai desa dan kecamatan berkumpul di simpang empat Bukit Pelangi, tepat di depan Kantor Bappeda Kutim, yang menjadi titik awal orasi. Seruan pertama yang menggema adalah tuntutan agar perencanaan dan penganggaran daerah dievaluasi, karena dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. Dari sana, arus manusia beranjak menuju Kantor BPKAD Kutim, menyerukan desakan transparansi dalam pengelolaan anggaran. “Kami menolak proyek-proyek titipan yang tidak pernah diminta rakyat!” teriak salah satu orator di tengah tengah massa.
Aksi berlanjut ke Kantor DPRD Kutim. Di titik ini, perwakilan masyarakat menyampaikan dokumen resmi berisi 13 tuntutan kepada lembaga legislatif. Mereka disambut langsung oleh Ketua DPRD Kutim, Jimmi, bersama sejumlah anggota dewan dari berbagai fraksi. “Kami menyambut baik kehadiran masyarakat hari ini. Semua aspirasi sudah kami dengar dan kami sepakati untuk diperjuangkan. Kita ingin pembangunan Kutai Timur berjalan adil dan merata,” ujar Jimmi, disambut sorak dan teriakan amin dari barisan massa di halaman gedung dewan.

Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Kantor Bupati Kutim, tempat orasi puncak dilangsungkan. Di lokasi itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, bersama Wakil Bupati H. Mahyunadi, hadir langsung menerima dokumen tuntutan rakyat. Ardiansyah menyatakan komitmennya untuk segera melakukan evaluasi terhadap jajaran birokrasi dan tata kelola anggaran daerah. “Ini komitmen buat saya untuk melakukan evaluasi. Bulan ini juga sudah ada evaluasi yang saya lakukan, sampai nanti Bulan November, ya paling tidak,” ujarnya, disambut tepuk tangan panjang para demonstran.
Wakil Bupati Mahyunadi pun memberikan pernyataan yang tak kalah tegas. Ia menyebut bahwa banyak keluhan masyarakat sejatinya juga menjadi keresahan dirinya sebagai bagian dari pemerintah daerah. “Apa yang bapak-bapak keluhkan, sama dengan yang saya keluhkan. Bahkan, saya mendengar ada anggaran provinsi yang dibawa keluar Kutim karena dianggap tidak aman di sini. Ini ironis. Tapi saya berterima kasih, karena suara rakyat hari ini jadi pegangan moral bagi kami,” katanya.
Dalam dokumen yang dibacakan di depan Kantor Bupati, para demonstran menuntut evaluasi menyeluruh terhadap Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kutim, yang terdiri dari Sekda, BPKAD, Bappeda, Bapenda, dan LPBJ. Mereka menilai selama ini perencanaan dan realisasi anggaran banyak yang tak berpihak kepada masyarakat, bahkan sebagian besar kegiatan hanya menumpuk di wilayah tertentu.
Selain itu, massa juga mendesak pemerintah untuk menertibkan pengelolaan CSR perusahaan yang selama ini dianggap tidak menyentuh masyarakat di pedalaman dan pesisir. Tuntutan lain menyoroti keterlambatan pembayaran proyek, ketimpangan pembangunan antarwilayah, hingga dugaan adanya monopoli program oleh oknum di dinas-dinas tertentu.
Sorotan tajam juga ditujukan kepada Inspektorat Kutim, yang dinilai menjalankan pengawasan secara tidak transparan dan tebang pilih. Massa mendesak agar hasil audit dana desa dipublikasikan secara terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. Di sisi lain, mereka juga meminta DPRD agar lebih cermat mengawasi penyusunan dan persetujuan anggaran dari TAPD, demi menghindari potensi penyimpangan pada APBD 2026.
Di akhir aksi, dokumen tuntutan ditandatangani oleh Bupati Ardiansyah Sulaiman, Ketua DPRD Jimmi, serta sejumlah ketua komisi dan fraksi DPRD Kutim, antara lain Eddy Markus Palinggi (Komisi A), Muhammad Ali (Komisi B), H. Ardiansyah (Komisi C), Julfansyah (Komisi D), Akbar Tanjung (Fraksi PKS), Asti Mazar (Fraksi Golkar), Kajang Lahang (Fraksi NasDem), Pandi Widiarto (Fraksi Demokrat), Hepnie Armansyah (Fraksi PPP), Fazal Rachman (Fraksi Glora Amanat Perjuangan), dan dr. Novel Tyty Paembonan (Fraksi Persatuan Indonesia Raya).
Tanda tangan dukungan juga datang dari sejumlah tokoh masyarakat Kutim, di antaranya M. Dalyan, Syafrudin, Ancha Anbourg, Kalwirang, Bobi Cumper, Asang, dan Wahlan.
Spanduk besar bertuliskan “Kutai Timur untuk Rakyat, Bukan untuk Proyek dan Kepentingan Elit!” terbentang di depan Kantor Bupati, menjadi simbol perlawanan moral warga terhadap praktik birokrasi yang dianggap jauh dari kepentingan rakyat.
Menjelang sore, massa perlahan membubarkan diri setelah menyerahkan Surat Tuntutan Rakyat Kutim secara resmi. Namun, peringatan pun dilontarkan oleh koordinator aksi, bila tuntutan tak diindahkan, gelombang demonstrasi berikutnya akan datang dengan massa lebih besar.
“Ini bukan akhir, tapi awal kebangkitan rakyat Kutai Timur,” ujar salah satu tokoh masyarakat sebelum menutup aksi dengan seruan doa bersama di halaman kantor bupati.(*).
Reporter : FJ




