Dari Pena ke Pisau: PWRI Kutim Mengukir Cerita Kurban di Gang Rukun

Di sudut desa yang jarang tersentuh, wartawan tak hanya datang membawa berita, tapi juga seekor sapi dan semangat gotong royong.

SANGATTA, KEMBARA TIMUR – Jumat pagi (6/6/2025), gema takbir masih terdengar menggema di langit Sangatta Utara. Di sudut RT 04 Gang Rukun, Desa Singa Gembara, warga sudah berkumpul sejak usai salat Id. Namun bukan hanya untuk merayakan Iduladha, mereka bersiap menyembelih seekor sapi kurban—bantuan dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang difasilitasi oleh Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) DPC Kutai Timur (Kutim.

Sapi itu telah diserahkan malam sebelumnya oleh PWRI Kutim. Begitu tiba, sapi langsung dititipkan di halaman rumah salah satu warga, menanti fajar Iduladha untuk disembelih. Tak banyak seremoni, tapi cukup untuk mengundang rasa syukur warga Gang Rukun—wilayah yang kerap luput dari kegiatan sosial berskala besar.

“Kami memilih tempat yang bukan langganan kegiatan seperti ini. Supaya warga bisa merasakan kehadiran yang berbeda,” ujar Ketua PWRI Kutim, Daniel P Sebayang.

Jalan gang yang sempit tak menjadi penghalang. Warga bersama para anggota PWRI bahu-membahu menyembelih, menguliti, memotong, lalu membungkus daging kurban. Anak-anak tertawa, para ibu ikut membantu di dapur, dan beberapa wartawan yang biasanya membawa kamera kini ikut memanggul daging ke meja pembagian.

“Biasanya kami patungan, kalau cukup ya beli kambing. Baru kali ini ada sapi, dan itu pun dari teman-teman wartawan. Luar biasa,” ucap Budi, warga setempat.

PWRI Kutim tak sekadar datang, lalu pulang. Setelah pembagian daging yang merata—bahkan untuk warga yang tak sempat hadir—kegiatan dilanjutkan dengan masak-masak bersama. Sebagian daging dimasak jadi gulai, sebagian dibakar jadi sate, disajikan di atas tikar panjang di tengah gang.

Sekretaris PWRI Kutim, Imran, menyebut kegiatan ini sebagai wujud gotong royong dan komitmen jurnalis untuk lebih dekat dengan masyarakat. “Kami tidak ingin hanya jadi pencatat peristiwa. Kami ingin jadi bagian dari denyut sosial,” katanya.

Tak ada panggung, tak ada media center. Tapi ada meja makan darurat, suara gelak tawa, dan rasa daging hangat yang dimakan bersama. Di tengah segala kesederhanaan itu, terbangun suasana akrab antara warga dan wartawan—tanpa sekat, tanpa peran.

“Kami ingin wartawan hadir bukan hanya saat liputan. Tapi juga saat warga membutuhkan kehadiran nyata,” tegas Daniel.

Bagi PWRI Kutim, kurban ini bukan soal besar kecilnya hewan, melainkan tentang pesan yang dibawa: bahwa wartawan juga manusia—yang bisa hadir, berbagi, dan peduli. Di Gang Rukun, Jumat itu, mereka tidak datang untuk meliput. Mereka datang untuk menguatkan.(*)

Laporan PWRI DPC Kutim

Exit mobile version