
SAMARINDA, KEMBARA TIMUR — Aula Mapolresta Samarinda, Selasa (6/5), tampak seperti panggung konferensi pers sinetron kriminal. Sepuluh orang tersangka berjejer mengenakan seragam oranye, wajah-wajah muram tanpa ekspresi. Tapi satu orang mencuri perhatian: pria berkemeja tahanan bernomor 057, lengkap dengan masker hitam—seolah menyimpan rahasia besar di balik kain itu.
Namanya R. Bukan karakter film laga, tapi dalam kasus ini, dialah tokoh utama. Polisi menyebutnya sebagai otak di balik penembakan Deddy Indrajid Putra (DIP) yang terjadi di Jalan Imam Bonjol, Minggu dini hari (4/5).
R tak bergerak sendirian. Sembilan orang lebih dulu diamankan, termasuk adiknya sendiri, Ij, yang diduga jadi eksekutor. Dan dari hasil pemeriksaan, muncul satu benang merah: dendam lama yang akhirnya meledak.
“Korban sudah membunuh kakak saya Jumriansyah di tahun 2021. Dendam itu tidak hilang. Tapi sekarang saya menyesal,” kata R, sambil menatap lantai, mungkin berharap ada tombol ‘undo’ di sana.
R merancang semuanya sejak sebulan lalu. Bukan proyek startup, tapi proyek balas dendam: mengawasi korban, menyusun strategi, dan menentukan siapa yang menembak. Semua itu ia lakukan dengan satu tujuan: menuntaskan luka masa lalu.
Namun, setelah peluru melesat dan nyawa DIP melayang, yang tersisa hanya kekosongan.
“Saya minta maaf untuk keluarga korban. Saya sadar ini bukan jalan yang benar,” ujar R, kali ini lebih pelan, seakan berbicara pada dirinya sendiri.
Polisi juga tengah menelisik soal senjata api yang digunakan. R mengaku senjata itu miliknya, tapi asalnya belum jelas—apakah hasil transaksi gelap, warisan dari film action, atau barang titipan. Yang pasti, senjata itu kini jadi barang bukti utama.
Kapolresta Samarinda menegaskan bahwa para tersangka akan dijerat pasal sesuai peran masing-masing.
“Mulai dari pasal 340 KUHP untuk pembunuhan berencana, pasal 338 untuk pembunuhan, hingga pasal 55 terkait keterlibatan atau kepesertaan,” jelas Kapolresta.
Kini, sepuluh orang yang dulu menyimpan dendam, harus menyimpan rasa sesal di balik jeruji. Balas dendam memang tuntas, tapi yang mereka dapati bukan kepuasan. Yang tersisa hanya ruang hampa, rompi oranye, dan penyesalan yang datangnya selalu belakangan.