KUTAI TIMUR, kembaratimur.com — Di tengah hiruk-pikuk aktivitas Pasar Raya, Desa Sangatta Selatan, berdiri sebuah bangunan yang menyimpan kisah spiritual panjang: Masjid At Taubah. Dikenal dahulu sebagai Masjid Raya Sangatta, tempat ibadah ini kini menjelma menjadi pusat perubahan bagi masyarakat, khususnya generasi muda.
Masjid ini pertama kali dibangun pada era 1970-an. Meski telah beberapa kali direnovasi, gaya arsitektur klasiknya tetap dipertahankan. Ventilasi bergaya khas berbentuk kubah dengan pola berlubang masih menghiasi langit-langit kayu masjid. Enam tiang utama berdiri kokoh menopang bangunan seluas 25×25 meter tersebut. Sebuah menara menjulang setinggi sekitar 15 meter di sisi depan masjid, menandai kehadirannya di antara bangunan pasar sekitarnya.
Pergantian nama dari Masjid Raya menjadi At Taubah memiliki makna mendalam. Seiring waktu, tempat ibadah ini menjadi saksi kembalinya banyak pemuda ke jalan kebaikan. Nama “At Taubah”—yang berarti pertobatan—dipilih sebagai simbol semangat baru, sekaligus ajakan untuk memperbaiki diri.
Proses pembangunan masjid ini dilakukan secara gotong royong oleh warga dari berbagai latar belakang etnis, seperti Banjar, Kutai, Bugis, hingga Jawa. Mereka bahu-membahu membangun rumah ibadah ini secara bertahap, menyesuaikan dengan ketersediaan dana saat itu.
Hingga kini, Masjid At Taubah tetap aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Salah satu tradisi yang masih terjaga adalah buka puasa bersama setiap bulan Ramadan. Takjil disediakan secara bergiliran oleh warga sekitar, mempererat rasa kebersamaan yang telah tumbuh sejak awal berdirinya masjid ini.
Masjid At Taubah bukan sekadar bangunan ibadah. Ia menjadi ruang pembinaan moral, tempat kembali bagi mereka yang ingin memperbaiki hidup, sekaligus simbol persatuan dan semangat gotong royong masyarakat Sangatta Selatan.(*)
Berita ini disarikan dari laporan Bontangpost.id edisi 2017.