Tradisi Nyekar di TPU Silva Duta: Pedagang Bunga dan Doa di Tengah Panas

SANGATTA, KEMBARA TIMUR – Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, Idulfitri akhirnya tiba. Hari kemenangan yang selalu dipenuhi dengan bermaaf-maafan dan berbagai tradisi, salah satunya adalah ziarah ke makam keluarga. Di Kutai Timur, tepatnya di TPU Silva Duta Sangatta Selatan, tradisi nyekar tetap berlangsung meriah meski cuaca panas terik menyengat tubuh.

Hari ketiga setelah lebaran, tepatnya pada Rabu (2/4/2025), suhu udara di kawasan itu tercatat mencapai 35 derajat Celsius. Teriknya matahari tak menghalangi semangat pedagang dan peziarah yang datang untuk melakukan ziarah. Di balik pondokan sederhana yang beratapkan seng, seorang ibu tampak duduk santai memotong daun pandan di tengah hiruk-pikuk aktivitas orang-orang yang datang dan pergi.

Dengan mengenakan daster oranye, ibu tersebut memajang berbagai bunga tabur dan air dalam kantong plastik kresek yang dijualnya dengan harga Rp 10.000 per kantong. Pedagang bunga seperti dia sudah menjadi bagian dari tradisi di TPU Silva Duta, tempat orang-orang berziarah, berdoa, dan mendoakan anggota keluarga yang telah meninggal dunia.

Bagi masyarakat Sangatta Selatan, nyekar bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga pengingat akan pentingnya amalan kebajikan. Selain berziarah, mereka juga membeli bunga dan air untuk ditaburkan di makam-makam keluarga, berharap agar arwah yang telah pergi diterima di sisi Tuhan dan diberikan tempat yang terbaik.

“Ziarah seperti ini sudah menjadi rutinitas setiap lebaran. Ini tidak hanya untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal, tapi juga mengingatkan kami tentang pentingnya mengisi hidup dengan amalan yang baik,” kata salah seorang peziarah, yang tengah membeli bunga di kawasan TPU tersebut.

Tradisi nyekar yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri di TPU Silva Duta Sangatta Selatan ini juga membawa berkah bagi pedagang setempat. Meski cuaca panas, mereka terus melayani peziarah yang datang, menjaga warisan tradisi yang sudah turun-temurun ini.

Dengan begitu, meski hari raya penuh suka cita, tetap ada kesempatan untuk merenung, berdoa, dan mengingatkan diri akan pentingnya mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi.(*)

Exit mobile version