
KEMBARA TIMUR, SANGATTA – Di tengah hingar-bingar Pilkada Kutai Timur (Kutim), ketegangan kian mencolok antara pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Dalam drama politik ini, dua tim hukum laksana bertarung di arena publik, memperjuangkan bukan hanya suara, tetapi juga integritas dan keadilan.
Pasangan calon nomor urut 2, Ardiansyah Sulaiman dan Mahyunadi (ARMY), mengambil langkah tegas dengan menggugat keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menghentikan laporan dugaan pelanggaran pemilu. Kasus ini berakar pada dugaan penyalahgunaan fasilitas negara, yakni penggunaan rumah jabatan Wakil Bupati untuk kegiatan percetakan baliho atau alat peraga kampanye (APK).
Di sisi lain, tim hukum pasangan calon Kasmidi Bulang-H Kinsu (KB-Kinsu) tak tinggal diam. Mereka berusaha mengklarifikasi dan membantah rumor terkait keberadaan peralatan percetakan di lokasi yang sama, melabeli informasi tersebut sebagai berita hoaks.
Dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat Tim Hukum ARMY pada Jumat (18/10/2024), Ketua Tim Hukum ARMY, Abdul Karim, memaparkan keberatannya atas keputusan Bawaslu. Dengan penuh keyakinan, ia menyatakan, “Kami tidak sepaham dengan keputusan Bawaslu yang menyatakan laporan ini tidak memenuhi unsur. Laporan kami sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan seharusnya dilakukan kajian yang lebih mendalam.” Di samping Abdul, Munir Perdana dan Agusriansyah, anggota tim hukum ARMY, terlihat tegas mendukung pernyataan tersebut.
Sementara itu, di sisi lain arena, tim kuasa hukum Kasmidi Bulang-H Kinsu tampil percaya diri, siap membantah setiap tuduhan. Dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu Kutim pada Kamis (17/10/2024), Dr. Felly Lung, yang mewakili tim kuasa hukum KB-Kinsu, menegaskan bahwa laporan terkait dugaan pelanggaran telah dihentikan karena tidak terbukti. “Laporan itu sudah masuk ke Bawaslu dan telah dihentikan karena tidak terbukti,” ujarnya.
Felly juga menyoroti kekhawatiran akan maraknya penyebaran informasi palsu di media sosial setelah penghentian laporan tersebut, mengingatkan bahwa berita hoaks berpotensi merusak reputasi dan mengganggu proses demokrasi.
“Setelah itu, muncul ujaran-ujaran dan berita-berita hoaks yang disebarkan di media sosial dan ruang publik. Kami akan melaporkan hal ini sesuai dengan Undang-Undang ITE,” tegasnya.
Tim Hukum ARMY pun tak tinggal diam. Mereka mengkritik Bawaslu yang dinilai kurang transparan dalam menangani kasus ini. Dalam perjalanan mereka untuk menuntut keadilan, mereka menginginkan penjelasan yang jelas mengenai alasan penghentian laporan dan berencana membawa masalah ini ke Bawaslu Provinsi serta Bawaslu RI. Bahkan, lima anggota Bawaslu Kutim telah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh Tim Hukum ARMY karena dianggap tidak profesional.
Ketua Bawaslu Kutim, Aswadi, sebelumnya menyatakan bahwa keputusan penghentian laporan telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, berdasarkan kesepakatan dari pihak Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang melibatkan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Namun, Tim Hukum ARMY tetap berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan. Mereka menolak keputusan Bawaslu yang dianggap tidak memadai dalam menanggapi dugaan pelanggaran kampanye ini.(*).